Benarkah Penuh Tantangan Lepas ASI? samueldim May 15, 2021

Benarkah Penuh Tantangan Lepas ASI?

Ilustrasi: freepik.com (@pch.vector)
REKOMENDASI pemberian ASI menurut WHO adalah hingga usia 2 tahun. Namun, angka tersebut bukan patokan mutlak untuk menyapih. Menurut dr Lucia Pudyastuti Retnaningtyas SpA, pemberian ASI bisa jadi lebih atau kurang dari rekomendasi itu, setelah ASI eksklusif 6 bulan terpenuhi. ”Saat tumbuh kembang anak baik, idealnya mereka sudah mengurangi menyusu di umur 2 tahun,” papar dokter spesialis anak RS Katolik St Vincentius a Paulo, Surabaya, itu.
Secara alami, menyapih sejalan dengan proses makan. Seiring bertambahnya usia dan porsi makan, kebutuhan ASI akan turun. ”Di usia 2 tahun atau lebih, kualitas gizi ASI juga turun,” lanjut Lucia. Produksinya juga perlahan berkurang ketika anak mulai jarang menyusu. Meski demikian, orang tua tetap harus memperhatikan tumbuh kembang si kecil untuk memulai menyapih.
Saat pertambahan berat dan tinggi anak stagnan atau hanya naik sedikit, harus ada intervensi dokter. ”Misal, bobot anak naiknya sedikit padahal nggak sakit. Makan dan ASI lancar. Artinya, kebutuhan kalori anak tidak tercukupi,” kata Lucia. Dalam kondisi tertentu, dokter juga menyarankan pemberian susu formula. Dengan demikian, anak pun harus disapih lebih awal.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya itu menerangkan, saat anak mulai mendapat MPASI, jadwal makan berat dan selingan harus disiplin. ”Nah, kalau ibu memberikan ASI tiap saat, proses berhenti menyusu juga akan lebih sulit. Di sisi lain, pola makan anak ikut berantakan,” papar Lucia.
Sementara itu, dr Laksmi Suci Handini SpA menjelaskan, keputusan menyapih juga bergantung kondisi keluarga. ”Ada ibu yang ngejar menyusui sampai 2 tahun. Tapi, ada yang anaknya disapih lebih awal karena ibu harus bekerja atau memiliki kehamilan berisiko tinggi,” ungkap Laksmi. Yang terpenting, pertumbuhan anak tetap optimal sesuai grafis tumbuh kembang.
Dokter RS Husada Utama, Surabaya, itu menilai, keberhasilan menyapih ada pada kerelaan ibu dan anak. Selama menyusui, bonding antara ibu dan anak kuat. Alhasil, ibu merasa tidak rela saat harus berhenti memberikan ASI. ”Di sisi lain, anak juga harus ’rela’. Ada sebagian anak yang merasa ibunya nggak sayang lagi karena tidak menyusui mereka lagi,” lanjutnya. Sebab, bagi anak, menyusu adalah bentuk reassurance alias jaminan rasa nyaman dan aman.
Laksmi menyarankan, para ibu bisa mulai bersiap menyapih ketika porsi makanan pendamping ASI (MPASI) anak makin besar. Contohnya, ketika anak mulai makan makanan rumah. ”Orang tua bisa mulai sounding. Misalnya, kalau sudah besar, minumnya enggak nenen lagi,” papar alumnus Universitas Airlangga, Surabaya, itu.
Menyapih bukan cuma tugas ibu. Menurut konselor laktasi itu, ayah ikut menentukan keberhasilan proses itu. Dia mencontohkan, ayah bisa mengambil alih tugas ibu. Laksmi menceritakan, ada salah seorang pasien ciliknya yang sama sekali tidak mau makan saat bersama ibu. ”Tiap lihat ibunya, minta nenen. Nah, ayah bisa menggantikan ibu ketika mendampingi anak makan atau mau tidur,” ungkap dokter yang juga konselor laktasi tersebut.
Lucia maupun Laksmi menilai, proses menyapih baiknya dilakukan perlahan. Ibu pun diperbolehkan memberikan ASI saat anak berusia di atas 2 tahun (extended breastfeeding). Mereka menilai, selama ibu mampu memberikan ASI, tidak masalah. ”Yang penting, setelah lepas menyusui, jangan sampai anak merasa tidak mendapat kasih sayang lagi,” tegas Laksmi.
Sumber: radarcirebon.com