Dari Pisang Raja dan Susu Jadilah Sandal – Sepatu
SURABAYA – Meilyana Prasetyo dan pelepah pisang lagi karib-karibnya. Mahasiswi Jurusan Desain Manajemen Produk Ubaya itu menjelmakan pelepah pisang menjadi sepatu dan sandal. Untuk model wedges dengan hak tinggi dan sol lebar, bahan nabati tersebut ternyata sangat pas.
Meily, panggilan Meilyana, sudah berhasil membuat dua pasang alas kaki. Ada desain sandal hotel. Ada pula sepatu model wedges dengan tinggi sekitar 10 sentimeter. Khusus untuk wedges, dia memberikan sentuhan lukisan dengan cat akrilik buatan sendiri. ‘Bikin sepatu ini gampang-gampang susah. Harus memperhatikan alur seratnya,’ kata mahasiswi angkatan 2008 itu.
Khusus untuk bagian atas sepatu atau upper dia menggunakan dua lapisan. Nah, alur serat pelepah pisang pada bagian pertama harus diposisikan berbeda dengan bagian kedua. Kesannya istimewa dan artistik.
Agar kekuatan alas kaki itu terjaga, pelepah pisang harus dipilih dan diperlakukan secara khusus. Dia hanya memakai pelepah pohon pisang jenis susu dan raja. Sebab, bentuk dan kekuatan serat keduanya lebih baik daripada jenis lain. Pelepah pisang dipotong dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan. Potongan itu lantas direbus dengan air mendidih hingga semua getahnya keluar. ‘Setelah itu pelepah diangin-anginkan. Jangan kena sinar matahari langsung,’ ungkapnya.
Pelepah pisang yang sudah kering lantas didesain dengan pola tertentu. Meily memilih sepatu jenis wedges. Dia menambahkan lukisan dari cat akrilik untuk mempercantik sepatu itu. Model tersebut dia persembahkan untuk perempuan feminin. ‘Untuk mengimbangi, saya bikin juga satu model sandal santai untuk laki-laki,’ katanya.
Berkah karya dua pasang alas kaki dari pelepah pisang itu, Meily berhasil menyelesaikan studi di Jurusan Desain Manajemen Produk, Fakultas Industri Kreatif, Ubaya. Dia menuliskan laporan hasil kreasinya dalam skripsi yang berjudul Perancangan Alas Kaki Berbahan Pelepah Pisang yang Ramah Lingkungan. (jun/c2/roz)
Sumber: Jawa Pos, 4 April 2013
Alas Kaki Etnik dari Pelepah Pisang
SURABAYA-Bagi mayoritas orang, biasanya pelepah pisang seringkali dianggap sebagai sampah. Namun di tangan Meilyana Prasetyo, Mahasiswa Jurusan Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Univesitas Surabaya (Ubaya), dia mengolah pelepah pisang ini menjadi alas kaki yang cantik. ‘Hasilnya bisa dilihat sendiri. Seperti ini,’ kata Meily panggilan karib Meilyana Prasetyo kepada wartawan di International Village Ubaya, Rabu (3/4).
Meily mengaku membuat bahan dasar pelepah pisang (gedhebog) ini, karena masih banyak yang belum memanfaatkannya. Padahal, gedhebog ini banyak dijumpai di perkampungan, dan biasanya dibuang begitu saja. Namun, jika diolah dengan baik, banyak manfaatnya. Sebab, selain gampang memerolehnya, juga ramah lingkungan.
Menurut Meily, selama ini seringkali material alas kaki terbuat dari kayu, anyaman jerami, kain tenun, metal, kulit hewan, dan karet. Namun seiiring de
ngan perkembangan teknologi industri, material alas kaki (sandal) banyak terbuat dengan proses pabrik, kain sistetik, dan kulit sintetik. Sedangkan olahan pelepah pisang masih jarang dimanfaatkan oleh industri kecil maupun besar sekalipun.
‘Karena itu, saya ingin memanfaatkannya sebagai alas kaki. Kan tanaman pohon pisang di Indonesia berlimpah karena tanaman ini termasuk tanaman tropis dan hanya berbuah satu kali selama satu tahun,’ ungkap anak ketiga dari tiga bersaudara ini.
Untuk proses pengolahan gedhebog pisang ini juga cukup sederhana. Ada empat tahapan yang harus dilakukan, yakni pengeringan, pemutihan (bleaching), proses pewarnaan dan finishing. Pengeringan dilakukan agar lebih mudah dibentuk sesuai desain dan menghindari pembusukan. Sedangan pada tahap finishing dilakukan agar warna awet dan anti serangga.
‘Pelepah pisang yang bagian dalam, lebih bagus untuk bahan. Sebab, bagian ini sangat mudah diwarnai dibandingkan yang lain,’ terangnya.
Setelah itu, pelepah pisang dicuci hingga bersih dari debu, serangga dan lain-lain. Berikutnya, pelepah direbut sekitar 15 menit hingga getah dan minyaknya keluar. Setelah itu, baru pelepah ditiriskan dan dikeringkan selama sehari.
Pelepah yang kering, lantas digambar sesuai pola yang diinginkan. Dibentuk dan digunting. Sementara untuk bagian lain yang berwarna, maka harus ada cara khusus untuk pewarnaannya. Untuk pelepah yang ingin diberi warna lain, sebelumnya harus direndam air selama lima menit. Baru setelah itu, disiapkan air untuk dimasak lagi hingga mendidih.
‘Lalu masukkan pewarna tekstil. Aduk sampai rata. Setelah mendidih, api dimatikan, lalu pelepah pisang yang sebelumnya direndam air dimasukkan kepanci berisi pewarna tekstil selama 30 menit,” terang Meily.
Setelah itu, baru pelepah pisang ditiriskan, dicuci bersih dan dikeringkan selama sehari. Berikutnya, pelepah pisang bisa dipola sesuai keinginan. Namun, sebelum dipola, pelepah ini harus dipotong per satu sentimeter. Ini dilakukan untuk mempercantik pola, dengan menciptakan gradasi warna. Dan sebagai finishing, digunakan pernis akrilik.
Menurut Meily, dari sekian tahapan pembuatan alas kaki, yang paling susah adalah membuat upper atau bagian atas sandal. ‘Untuk buat pola-nya bagian upper itu susah, dan harus hati-hati membuatnya. Biar pelepah pisangnya tidak mudah patah. Kalau tidak dipakai pas hujan deras, sandal ini awet kok,” terang cewek kelahiran 21 Mei 1991 ini. (nin)
Sumber: Radar Surabaya, 4 April 2013
Mahasiswi Cantik Sulap Pelepah Pisang Jadi Sepatu High Heel
Norma Anggara – detikSurabaya
Surabaya – Penggemar fashion sepatu high heel rupanya harus melirik produk lokal satu ini. Dibuat dari bahan pelepah pisang, sepatu high heel bikinan mahasiswi ini pun ramah di kantong.
Meilyana Prasetyo (21) mahasiswi jurusan Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Ubaya ini menyulap pelepah pisang (atau yang sering disebut gedebog) ini menjadi salah satu bahan penyusun alas kaki. Dia butuh waktu 5 bulan untuk masa percobaan.
‘Sayang kalau pelepah pisang itu dibuang setelah masa panen. Maka itu, saya punya ide memanfaatkan pelepah pisang menjadi sebuah produk yang layak jual,’ kata perempuan yang akrab disapa Meli ini saat ditemui di Gedung International Village, Ubaya, Rabu (3/4/2013).
Meli mengakui dirinya sangat tergila-gila terhadap fashion, terlebih pada sepatu high heel. Maka itu, ide pemanfaatan pelepah pisang pun segera ia padukan dengan hobinya, pecinta fashion.
Awalnya Meli harus berulang kali melakukan trial and error. Meli harus mengantisipasi supaya bahan pelepah pisang ini tidak rapuh dan cukup kuat dikenakan sebagai alas kaki.
Mahasiswi angkatan tahun 2008 ini juga mengalami kesulitan teknis. Meli harus memutar otak, memikirkan bagaimana cara mengeluarkan getah pelepah. Getah akan membuat kesan lengket dan tidak nyaman bila masih menempel pada pelepah pisang.
‘Saya kesulitan di proses pengeringan, bagaimana caranya supaya semua getah bisa bersih dari pelepah pisang yang akan diolah. Kemudian, saya juga harus mengolah pelepah itu supaya nggak gampang putus,’ tutur Meli.
Setiap pasang alas kaki berbahan pelepah pisang ini diproduksi dengan biaya kurang lebih Rp 180 ribu hingga Rp 200 ribu. Alas kaki untuk pria, justru lebih murah harga produksinya.
Sementara itu, tahap finishing, Meli memberi sentuhan akhir. Terutama pada alas kaki untuk perempuan, Meli memberi sedikit lukisan abstrak bernuansa merah untuk kesan smart dan meriah.
Meli mengakui, produk alas kaki berbahan pelepah pisang ini masih memiliki banyak kekurangan. Alas kaki atau sepatu high heel miliknya ini tak boleh terkena air secara terus-menerus. Bila terkena air pun, Meli menyarankan supaya alas kaki berbahan pelepah pisang ini tidak dikeringkan langsung di bawah sinar matahari.
‘Kalau kena air terus-menerus, bisa rusak,’ pungkas dia.
(nrm/fat)
Sumber: https://surabaya.detik.com
Pelepah Pisang pun Jadi Sandal
SURABAYA, KOMPAS.com – Kini, gedhebog alias pelepah pohon pisang pun bisa dibuat menjadi sandal. Inspirasi datang dari banyaknya pasokan pelepah pisang yang selama ini tak termanfaatkan.
Adalah mahasiswi Jurusan Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (Ubaya) Mely Prasetyo, yang mulai merancang sandal dari bahan olahan pelepah pohon pisang ini. ‘Saya mencoba merancang dengan bahan yang belum pernah ada,’ kata dia di kampus Ubaya, Rabu (3/4/2013).
Gadis kelahiran Surabaya pada 1991 itu menjelaskan dia tertarik memanfaatkan pelepah pisang selain karena belum pernah digunakan sebelumnya, juga karena banyaknya pohon pisang yang ada di Surabaya. Setiap kali berangkat kuliah dia mengaku sering melihat pelepah tak termanfaatkan.
‘Di Pasar Keputran juga banyak gedhebog, tapi saya sering melihat gedhebog itu dibuang begitu saja,’ kata Mely. Karenanya, dia pun mulai berpikir bagaimana memanfaatkannya.
Gadis yang mengaku menggemari fashion ini ingin menjadikan sandal berbahan pelepah pisang sebagai sandal khas Indonesia. Menurut dia, hanya butuh lima proses untuk mengolah pelepah pisang untuk menjadi sandal.
Pertama adalah pengupasan pelepah pisang, kemudian dipotong menjadi ukuran satu centimeter. Selanjutnya, potongan-potongan pelepah pisang itu direbus selama 15 menit, kemudian dikeringkan dalam udara terbuka. Setelah itu, pelepah diwarnai dengan pewarna tekstil dalam air mendidih selama 30 menit hingga sehari.
‘Terakhir, proses finishing,’ kata Mely. Tahap akhir itu dilakukan dengan melekatkan potongan kecil pelepah pisang yang sudah kering dan berwarna itu ke bahan sandal atau sepatu yang disebut texon dan sudah dibentuk sesuai ukuran kaki.
Untuk memperkuat, kata Mely, pada bagian pinggir pelepah pisang yang sudah melekat ke texon itu dijahit. Agar lebih ‘cantik’, sandal berbahan pelepah pisang ini pun dilapisi vernis.
Mely mengatakan tali pengikat atau bagian atas sandal juga dibuat dari potongan pelepah pisang. ‘Dibuat dengan cara melekatkan dua pelepah pisang pada posisi berlawanan agar tidak mudah rapuh,’ katanya.
Sandal ini pun direncanakan akan diproduksi massal. ‘Kalau produksi individual seperti buatan saya, harganya mahal bisa Rp 500 ribuan,: kata dia.
Mahalnya harga sandal berbahan pelepah pisang itu bila tidak diproduksi massal, menurut Mely karena harga kemasan yang mencapai Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu. ‘Padahal sandalnya tidak sampai Rp100 ribu,’ kata dia. Produksi massal, tambah Mely, akan membuat sandal ini tak mahal lagi.(Edy M Ya`kub/Heppy Ratna)
Sumber: https://bisniskeuangan.kompas.com
Mahasiswi Ubaya bikin alas kaki berbahan gedebok
Mahasiswi Jurusan Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (Ubaya) Mely Prasetyo, berhasil merancang alas kaki atau sandal berbahan olahan gedebok atau pelepah dan pohon pisang.
Dikutip dari Antara, gadis kelahiran Surabaya 1991 silam itu menjelaskan, biasanya material alas kaki terbuat dari kayu, anyaman jerami, kain tenun, metal, kulit hewan, dan karet.
‘Karena itu saya mencoba merancang dengan bahan yang belum pernah ada,’ katanya di kampus setempat, Rabu.
Dia tertarik memanfaatkan gedebok bukan hanya karena belum pernah dipakai sandal. Lebih dari itu, bahan gedebok ini banyak ditemui di Surabaya, terutama di sepanjang jalan dari rumah menuju kampus.
‘Di Pasar Keputran juga banyak gedebok, saya sering melihat gedebok itu dibuang begitu saja. Karena itu saya berpikir memanfaatkan sebagai bahan membuat sandal khas Indonesia,’ kata gadis yang mengaku suka ‘fashion’ itu.
Bungsu dari tiga bersaudara itu menjelaskan, hasil olahan gedebok yang sudah muncul di kalangan masyarakat adalah meja. ‘Pelepah pisang termasuk material ramah lingkungan, kuat, mudah dibentuk, ringan, mudah didaur ulang, dan aman,’ katanya.
Proses pengolahan pelepah pisang menjadi sandal ada lima tahap; pertama pelepah pisang dikupas, lalu dipotong dalam ukuran kecil sekitar satu centimeter. Selanjutnya potongan gedebok direbus selama 15 menit, lalu dikeringkan di udara terbuka, bukan dijemur di bawah terik matahari.
Berikutnya proses pewarnaan dengan pewarna tekstil dalam air mendidih selama 30 menit hingga sehari. Terakhir proses finishing. Caranya, pelepah pisang yang sudah kering, berwarna, dan berbentuk potongan kecil itu dilekatkan dengan lem pada alas kaki pada sepatu berbahan texon.
Texon harus sudah dibentuk sesuai ukuran kaki. Untuk memperkuat, bagian pinggir pelepah pisang pada texon dijahit, lalu dipernis untuk mempercantik.
‘Tali pengikat atau bagian atas sandal juga dibuat dari potongan pelepah pisang, tetapi cara melekat dua pelepah pisang dengan posisi berlawanan agar tidak mudah rapuh,’ katanya.
Berapa harga produksi?’Kalau produksi sendiri seperti saya, harganya mahal bisa Rp 500 ribuan, padahal harga bahan baku cukup Rp 100 ribu, tetapi kalau diproduksi massal jauh lebih murah,’ katanya.
[mtf]
Sumber: https://www.merdeka.com