Kabar membanggakan datang dari dosen program studi Desain Produk, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Surabaya, Dr. Ninik Juniati, M. Pd. Dosen yang kerap disapa Ninik itu berhasil menyelesaikan studi lanjutnya di Program Studi Seni, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar pada Agustus 2024.
Dosen sekaligus Koordinator Penjaminan Mutu FIK Ubaya itu menutup masa studinya dengan disertasi bertajuk “Pintala Le’leng na Puteh: Preservasi Tope’ Le’leng dan Aktualisasi Art-Fashion Tisik Tampeng”. Penelitian etnografi selama dua tahun pada suku Kajang, Sulawesi Selatan menghasilkan filosofi tisik tampeng untuk mendukung fashion berkelanjutan dan mengatasi limbah fashion.
“Dalam Bahasa Konjo, Pintala Le’leng na Puteh itu artinya benang hitam dan putih. Saya ingin menceritakan tentang sulam tisik berwarna hitam dan sulam tisik berwarna putih. Tisik itu aktivitas tambal-menambal kain yang sudah sobek atau bolong. Karena di Suku Kajang ada kain yang disebut tampeng, maka disebut tisik tampeng,” jelasnya.
Ia menambahkan, pengalaman studinya tidak hanya menciptakan karya, tetapi juga membangun filosofi pada sarung Tope’ Le’leng, sarung khas Suku Kajang, terutama yang sudah tidak dipakai.
“Karena ini penciptaan, saya tidak mungkin melakukan replika karena penenunnya masih banyak. Maka, saya lakukan daur ulang pada kain yang kurang layak pakai. Saya beri material baru sehingga bisa dipakai lagi untuk memperpanjang fungsi dari sarung ini,” jelasnya.
Koordinator Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) FIK Ubaya itu juga menjelaskan, penelitiannya berhasil menciptakan filosofi tentang tisik tampeng yang bersifat ecotalu, yaitu estetis, etis, dan religius.
“Estetis karena bisa jadi eco-art. Etis karena diciptakan melalui kegiatan ekologi, dan religius karena berdasarkan dari keyakinan atau ajaran Patuntung untuk menghormati Tuhan, leluhur, dan menjaga kelestarian alam. Kegiatan ekologi berdasarkan eko-spiritual,” bubuhnya.
Kepulangannya kembali ke Ubaya menjadi semangat baru untuk menggaungkan konsep zero waste kepada mahasiswa FIK Ubaya. Ketertarikannya pada tisik memotivasi dirinya untuk berfokus pada pengolahan limbah dan material pascakonsumsi. Ia ingin menciptakan karya tanpa menimbulkan limbah baru.
“Karena tidak bisa dipungkiri kalau fashion desainer terutama fast fashion akan menyumbang limbah. Jadi saya selalu edukasi mahasiswa untuk gunakan kain perca menjadi karya yang unik,” ungkap Ninik. (sha)