Ada peribahasa yang mengatakan, belajarlah sampai ke Negeri China. Tapi, rasanya peribahasa itu tidak dianggap oleh dua orang mahasiswa S2 di Universitas Surabaya ini. Mereka tak hanya belajar sampai ke China, tapi sampai ke Belanda. Dua sahabat bernama Lidya Karina dan Gabriela Eugresya ini memutuskan untuk mengikuti research exchange ke University of Groningen, The Netherland. Rencananya mereka akan melakukan penelitian mereka selama satu semester di Belanda.
Kalau mahasiswa S1 mengenal yang namanya student exchange, ternyata ada pula yang namanya research exchange. Sebenarnya, student exchange dan research exchange ini tidak begitu berbeda. Hanya saja, dalam research exchange mahasiswa tidak berkuliah, namun melakukan penelitian. Biasanya mahasiswa Ubaya yang mengikuti research exchange sudah menyelesaikan semua studinya di Ubaya dan menggunakan research exchange untuk menyelesaikan tesis mereka di sana.
Lidya Karina yang berkecimpung di bidang farmasi klinis ingin meneliti penggunaan antibiotik kepada pasien yang dialysis. Pada pasien dialysis ini biasanya banyak ditemukan sering terjadi infeksi. Kalau obat terus menerus diberikan, bakteri yang menyebabkan infeksi itu lama-lama bisa kebal. Lidya ingin membuat obat yang bisa digunakan untuk membunuh bakteri yang sudah kebal itu, tapi tetap aman bagi tubuh pasien.
Lain dengan Lidya Karina, Gabriela mengatakan bahwa dia akan meneliti pembuatan sediaan obat yang baru. “Karena spesialisasi saya di bidang Farmasi Industri, saya ingin membuat oral dissolving film yang menggabungkan lima jenis tanaman obat dari Indonesia,” ungkap Gabriela.
Oral Dissolving Film ini bentuknya lebih kurang seperti permen lembaran yang bisa meleleh di mulut. Menurut Gabriela, ini bisa menjadi pengembangan produk sediaan baru untuk dunia obat-obatan, mengingat bentuk sediaan obat-obatan yang umum di masyarakat masih berupa tablet, kapsul, sirup, puyer, dan injeksi. Oral Dissolving Film ini masih belum umum digunakan pada obat-obatan.
Persiapan mereka untuk melakukan penelitian ini sudah dimulai sejak di Indonesia. Mereka sudah membuat proposal untuk melakukan penelitian ini. Sementara itu, persiapan untuk hidup di sana, mereka sudah menyiapkan baju-baju untuk dipakai di Belanda. Kondisi iklim di sana menjadi kekhawatiran utama mereka mengingat Belanda beriklim sub tropis. Itu berarti di sana, mereka akan menghadapi musim salju yang tidak ada di Indonesia. Selain kondisi iklim, mereka juga khawatir akan kehidupan di sana karena nantinya akan benar-benar jauh dari keluarga.
“Memang sih, di sini juga sudah ngekos karena saya aslinya dari Denpasar dan Gabriela dan Toli-Toli, tapi nanti waktu di Belanda kan beda. Bahasa sama budayanya pasti beda banget dengan di Indonesia. Tapi, buat kendala bahasa rasanya tidak ada. Soalnya sebagian besar di sana bisa komunikasi pakai bahasa Inggris,” ungkap Lidya.
Mereka mengaku ingin mendapat pengalaman baru yang berbeda dengan di Indonesia, apalagi research exchange ini dibiayai oleh Ubaya. Mereka hanya perlu membayar biaya hidup saja selama di sana. Tentu saja mereka tidak akan menolak kesempatan seperti ini. Selain itu, kepergian mereka ke Belanda ini juga didukung oleh rekomendasi dosen mereka.
Baik Gabriela dan Lidya dengan mantap mengatakan akan kembali ke Indonesia setelah penelitian mereka selesai. Mereka siap untuk menyumbangkan tenaga dan ilmunya untuk Indonesia. (tea/wu)