Belakangan ini, mencuat rencana Bank Indonesia (BI) yang akan meluncurkan uji coba Payment ID. Layanan ini merupakan bagian dari sistem pembayaran dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. Melalui Payment ID, masyarakat akan memiliki kode unik yang berasal dari kombinasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan ID tertentu untuk mengidentifikasi dan meningkatkan transparansi transaksi keuangan.
Menanggapi rencana tersebut, Dosen Program Studi Sistem Informasi Ubaya, Dr. Daniel Soesanto, menjelaskan layanan ini dapat ditinjau melalui salah satu teori marketing melalui jaringan sistem informasi, yaitu teori Customer Relationship Management (CRM). “Sesuai manfaatnya, layanan ini bisa membantu membentuk data profil individu. Data transaksinya akan dicatat secara terintegrasi sehingga datanya bisa digunakan untuk memahami keinginan pelanggan. Misalnya dalam bentuk rekomendasi produk atau skema cicilan yang sesuai dengan gaya kelola keuangannya,” jelasnya.
Ia menambahkan, hal serupa sebenarnya sering kita alami dalam hidup sehari-hari. Misalnya saat mencari atau menyukai suatu hal di media sosial. “Sebenarnya data perilaku kita sudah sering digunakan. Misalnya saat kita melakukan pencarian pada salah satu barang, kemudian tiba-tiba muncul notifikasi iklan tentang barang tersebut,” bubuhnya.
Kendati demikian, ia menambahkan bahwa pemerintah perlu memperhatikan aspek etika, transparansi dan keamanan data. Selain itu, ia juga mengajak masyarakat untuk mencermati License Agreement atau perjanjian yang disertakan. “Kuncinya adalah harus dengan persetujuan pemilik data. Pemilik data sebaiknya harus tau bagaimana pengelolaan keamanan data, pengawasan, hingga penggunaannya. Bentuknya bisa beragam, misalnya notifikasi untuk pemilik data ketika datanya digunakan sehingga kita tahu data kita digunakan untuk apa, terrmasuk audit. Sehingga kita percaya datanya akan bermanfaat dan tepat guna,” pungkasnya. (sha)