Lieke Riadi dan Pengolahan Limbah fadjar July 29, 2015

Lieke Riadi dan Pengolahan Limbah

Rela Berkotor – Kotor demi Buangan Bersih

Buangan alias sampah kontras dengan dunia perempuan. Kotor, bau, dan image buruk segera merayapi pikiran ketika kata ”sampah” melintas. Namun, hal itu tidak berlaku buat Lieke Riadi. Sampah dan limbah adalah sesuatu yang menarik buat dosen teknik kimia Universitas Surabaya tersebut. Masalah sampah yang mengganggu justru menjadi tantangan.

KETERTARIKAN Lieke pada dunia sampah dimulai setelah menamatkan studi S-3 di University of Sydney, Australia, pada 1995. Selama kuliah, perempuan kelahiran Surabaya, 25 Februari 1962, tersebut banyak berkecimpung di bidang bioremediasi. Saat itu, dia menangani limbah di sebuah pertambangan.

Pengalaman tersebut membuka matanya. Sampah bukan masalah selama ada usaha untuk menangani. Studi dan sederet pengalaman lapangan tersebut sekaligus jadi pelecut. ”Bidang ini tough,” kata Lieke. Meski banyak perempuan berkecimpung di bidang lingkungan, dia berpendapat hanya sedikit yang terjun di bidang engineering.

Banyak tantangan yang harus dihadapi selama bertugas mengelola limbah. Alumnus teknik kimia Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, tersebut harus rela ”berdekatan” dengan lokasi pembuangan yang bau, kotor, dan berpotensi mengganggu kesehatan. Selain itu, Lieke harus berpanas-panas untuk mencermati buangan pabrik. Proses produksi juga harus dipantau untuk tahu akar penyebab polusi.

”Setelah data lengkap, baru kita bisa tentukan treatment-nya,” lanjut ibu dua putra itu. Hal tersebut menuntutnya bolak-balik lab dan lapangan. Lieke menuturkan, masalah limbah adalah perkara doable (bisa diselesaikan). Yang tersulit justru berhubungan dengan personel ” pemilik” masalah.

Para pemilik pabrik wajib diedukasi seputar limbah dan dampaknya terhadap masyarakat serta lingkungan. Karena itu, masalah yang sudah ditangani tidak kembali lagi. ”Memang enggak ada penolakan atau protes. Tapi, kami harus meyakinkan mereka bahwa lingkungan sekitar pabrik harus bebas polusi,” tegasnya.

Selama 20 tahun berkecimpung di dunia persampahan, Lieke pernah menangani beragam masalah limbah. Mulai sampah kota di TPS Bratang hingga limbah pabrik besar. ”Paling berat saat harus mengolah limbah nonbiologis,” paparnya. Limbah nonbiologis adalah buangan yang mengandung zat kimiawi yang tidak bisa diuraikan secara alami.

PR berat tersebut dia temui saat meneliti buangan sebuah pabrik kertas di wilayah Mojokerto. Saat pertama datang, limbah pengolahan kertas tampak amat keruh. Lieke menyebutkan, limbah sewarna dengan jamu, lengkap dengan endapannya. Saat diteliti, ternyata penyebab keruhnya limbah adalah proses produksi yang kurang efisien.

Pengolahan pulp kurang cermat. Air dan bakal bahan kertas banyak terbuang percuma. ”Bahan pulpnya bukan kayu seperti biasanya. Maka, air buangannya keruh sekali,” lanjut guru besar Universitas Surabaya tersebut. Dengan perubahan proses dan sistem pengolahan limbah, buangan menjadi lebih jernih. Perusahaan pun bisa mengirit air hingga 50 persen.

Menurut dia, pengolahan limbah di Indonesia kini kian baik. Banyak perusahaan yang mau melakukan riset dan mengelola limbah yang ramah lingkungan. ”Pemerintah perlu memberikan aturan yang jelas. Jangan hanya hukuman. Edukasi untuk pelaku bisnis juga penting,” lanjut Lieke. Dia optimistis Indonesia mampu mengatasi limbah industri maupun masalah penduduk di masa depan. (fam/c6/dos)

Tentang Lieke dan Pengelolaan Limbah

– Keluarga Lieke mendukung cita-cita anaknya sehingga dia tidak mendapat larangan dari orang tua.

– Tertantang tiap kali menemui limbah yang keruh dan berbau. Makin parah buangannya, makin semangat menyelesaikan.

– Sering mendapat permintaan analisis pengelolaan limbah dari luar kota. Momen tersebut juga dimanfaatkan untuk refreshing.

– Masih aktif meneliti dan menulis jurnal di sela kesibukan mengelola limbah.

– Tiap mengelola limbah, dia dibantu dua hingga tiga peneliti lain plus tim teknik sipil untuk instalasi.

– Pernah mengerjakan proyek penanganan limbah secara individual, hanya dibantu tim teknik sipil.

– Saat turun ke lapangan, selalu sedia pakaian ”siap tempur”, masker, dan topi. (fam/c15/dos)

Sumber: Jawa Pos, 29 Juli 2015