Terindikasi Mengandung Bahan Berbahaya
SURABAYA-Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dengan produk pertanian dan perikanan di Indonesia. Pasalnya, selama 2014, dua produk olahan itu sering ditolak luar negeri. Sebab, produk olahan itu mengandung bahan-bahan berbahaya.
Hal itu disampaikan Kepala BPOM RI Roy Sparringa, ketika dirinya menghadiri kuliah tamu bertajuk Keamanan Pangan dan Sistem Pengawasan Indonesiadan penandatanganan kesepakatan BPOM dengan fakultas farmasi di perpustakaan Universitas Surabaya (Ubaya), kemarin (10/4).
Roy menjelaskan bahwa produk itu diidentifikasi mengandung bahan-bahan berbahaya. Secara otomatis, tim pangan luar negeri langsung menolak. ”Kalau berhubungan dengan pangan, orang luar negeri itu selektif. Sebab, hal itu menyangkut kesehatan masyarakat,” kata Roy.
Dari data BPOM selama 2014, sebanyak 18 produk pertanian yang ditolak. Hal itu disebabkan produk-produk itu mengandung beberapa bahan berbahaya. Seperti, mikotoksin, salmonella, dioksin, kapang, dan kloramfenikol. Sementara itu, sepuluh produk perikanan diidentifikasi mengandung bahan berbahaya histamin, mercury, salmonella, dan sewing needle.
”Histamin ini biasanya ada pada ikan-ikan di perairan dingin, seperti ikan tuna. Kalau dikonsumsi secara terus-menerus, bahaya histamin pada ikan tuna bisa merusak jaringan darah pada tubuh,” jelas Roy.
Produk lain yang ditolak oleh luar negeri adalah salah satu produk food suplementyang diidentifikasi mengandung siklamata. Kemudian, dua produk pertanian diidentifikasi mengandung salmonella dan rodent excreme.Sisanya, dua produk olahan makanan, baik dari pertanian maupun perikanan, mengandung bahan salmonelladan siklamat.
Menurut Roy, bahan berbahaya karena virus salmonella dan siklamat biasanya terdapat pada produk pertanian dan perikanan. Pasalnya, dua virus tersebut disebabkan adanya pencemaran mikrobiologis bakteri yang bisa menyebabkan penyakit tipus dan berbagai penyakit sekunder. Seperti, diabetes, kolesterol, darah tinggi, penyakit saraf, dan lain-lain.
”Makanya, itu sudah saatnya Indonesia meningkatkan keamanan pangan. Selain bisa menjaga kesehatan konsumen, itu juga akan menguntukan dari sektor ekonomi. Ketika pangan kita aman dan berkualitas, ekspor pun akan meningkat. Efeknya tentu ke perekonomian Indonesia,” jelasnya.
Untuk meningkatkan keamanan pangan Indonesia, Roy mengaku bahwa BPOM sudah menggandeng berbagai instansi dan lembaga untuk meningkatkan kualitas pangan Indonesia. ”Satu di antaranya, kita menngandeng perguruan tinggi guna melindungi uji lab terhadap kandungan pangan Indonesia,” pungkas Roy. (han/c2/iku)