Listyo Yuwanto
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia yang dapat diterapkan dalam berbagai area kehidupan salah satunya pada area bencana. Penerapan ilmu psikologi secara spesifik pada area bencana disebut sebagai psikologi bencana (disaster psychology). Terdapat beberapa kajian yang dipelajari dalam psikologi bencana, salah satunya psikologi bencana mempelajari tentang mitos-mitos yang berkaitan dengan bencana. Mitos dalam bencana memiliki peran yang penting baik secara positif maupun secara negatif. Mitos yang negatif berusaha untuk dirubah (demitosisasi) karena akan memperbesar dampak dari bencana. Terdapat dua kelompok atau kategori bentuk mitos yang berkaitan dengan bencana alam, mitos kategori pertama dalam bentuk mitos perilaku yang ditampilkan individu dan komunitas yang mengalami bencana alam yang belum tentu terbukti kebenarannya. Mitos kelompok kedua yang berkaitan dengan tanda-tanda alam yang dikaitkan dengan bencana alam dan merupakan keyakinan yang belum tentu terbukti kebenarannya. Mitos kategori kedua mengenai bencana alam telah ada sejak masa nenek moyang kita baik berupa mitos personifikasi atau mitos ritual dan beberapa masih bertahan hingga saat ini. Bencana alam dikaitkan dengan mitos tertentu dan kemudian diturunkan dari generasi ke generasi (transgenerational). Terdapat beberapa mitos yang berkaitan dengan mitos kategori pertama, yaitu mitos perilaku yang ditampilkan individu atau komunitas yang mengalami bencana akan dipaparkan secara ringkas dalam tulisan berikut.
Mitos sebagian besar orang akan panik saat mengalami bencana, ternyata tidak semua orang mengalami panik dan masih mampu memberikan respon yang terorganisir. Mitos saat bencana pasti terjadi chaos dan gangguan meskipun secara nyata banyak orang yang mengalami bencana masih dapat berfokus pada apa yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan diri dan orang lain dalam kondisi bencana. Sebagai contoh ketika gempa di Yogyakarta terjadi, beberapa kepala keluarga memutuskan untuk mengungsikan anak-anak ke posko darurat daripada tetap tinggal di rumah karena beberapa pertimbangan yang didasarkan pada pemikiran yang jernih. Misalnya ketika berada di rumah, anak-anak masih memungkinkan untuk melihat korban gempa yang meninggal dunia yang berada di depan halaman-halaman rumah mereka sehingga dapat berdampak pada kondisi psikologis anak-anak.
Mitos munculnya perilaku anti-sosial, kenyataannya masih terdapat orang yang menampilkan perilaku prososial membantu orang lain. Mitos orang-orang mengalami kebingungan (shock) dan tidak mampu mengatasi, ternyata masih terdapat orang-orang yang mampu membantu diri sendiri, orang lain, dan bekerjasama. Dalam beberapa kondisi terjadi perilaku anti-sosial seperti penjarahan karena rasa lapar dan sakit fisik. Sebagai contoh saat gempa terjadi di Pulau Nias, sebuah posko kesehatan yang didalamnya berisi cadangan obat-obatan dan makanan dijarah beberapa pengungsi karena tekanan rasa lapar dan kebutuhan obat-obatan untuk keluarga pengungsi. Namun tidak selalu perilaku anti-sosial muncul, seperti kasus di Bantul Yogyakarta saat terjadi gempa bumi tahun 2006. Beberapa korban gempa bumi yang masih sehat secara fisik saling bekerjasama membangun tenda darurat, menyediakan dapur umum, membantu mengobati luka korban lain, yang dilakukan tanpa komando dan lebih didasarkan pada niat baik membantu orang lain yang mengalami penderitaan yang serupa.
Sebagai contoh tambahan untuk kasus gempa Yogyakarta, setelah mengalami gempa terdapat swadaya masyarakat untuk mengontak Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Alam tingkat kota untuk membantu mengevakuasi korban meninggal dunia yang tidak tertangani. Masyarakat juga membentuk tim dengan rincian tim yang bertugas mengevakuasi korban selamat, tim yang mengurusi pengungsi dengan membangun tenda pengungsian, menyiapkan dapur umum, serta mencari bantuan logistik. Terdapat juga tim yang mengurusi pendataan dan pelaporan jumlah korban, tim yang bertugas menghubungi keluarga korban yang masih hidup, dan menjaga keamanan setelah gempa, dan tim yang mengurusi korban meninggal dunia. Meskipun dalam keadaan tertekan, darurat, dan kekurangan, masyarakat masih dapat fokus untuk menolong dan menjaga diri beserta komunitasnya. Bentuk-bentuk perilaku yang demikianlah yang perlu dikembangkan dalam komunitas yang mengalami rawan bencana alam.
Mitos individu atau komunitas yang mengalami bencana selalu mengalami stress, acute stress disorder, trauma dan gangguan psikologis lainnya. Bencana memberikan dampak psikologis yaitu kondisi tidak nyaman atau tertekan, namun kondisi tersebut akibat bencana dapat dipahami sebagai reaksi manusiawi atau dinilai sebagai reaksi normal yang disebabkan situasi yang tidak normal. Tidak semua individu penyintas bencana akan mengalami gangguan psikologis. Jadi dalam program Psychological First Aid, harus hati-hati dalam melabel kondisi penyintas. Dalam bencana, masih terdapat penyintas yang dapat berfungsi optimal secara psikologis.
Mitos individu dan komunitas yang mengalami bencana selalu mengalami ketergantungan bantuan dari luar, ternyata ketergantungan tidak harus pada pihak luar namun dapat terjadi saling ketergantungan dengan keluarga, teman, dan komunitas internal. Komunitas internal merupakan komunitas yang sama-sama mengalami bencana, perasaan takut, kekurangan, dan ketidakjelasan di masa depan dapat menjadi pendorong yang luar biasa bagi komunitas untuk bersatu saling memberikan dukungan. Cukup aneh, tetapi demikian kenyataannya, karena pada dasarnya manusia yang berada dalam kelompok cukup lama dan tinggal bersama telah terdapat interaksi mutualisme yang tidak akan hilang begitu saja karena kondisi atau tekanan yang tidak menyenangkan. Komunitas internal adalah komunitas asli yang dapat diandalkan dalam waktu yang tidak terbatas, karena bantuan dari pihak luar memiliki keterbatasan waktu dan tenaga. Kondisi ini seringkali terjadi di fase disillusionment, ketika bencana sudah cukup lama terjadi banyak anggota komunitas luar yang tidak lagi membantu, bantuan juga sudah mulai berkurang. Hanya beberapa anggota komunitas luar yang membantu dalam jangka panjang dan komponen utama untuk masuk fase rekonstruksi adalah komunitas internal.
Beberapa mitos tersebut menjadi bagian yang dalam kondisi bencana, karena apabila individu atau komunitas mempercayai hal tersebut maka perilaku mitos yang akan muncul pada saat bencana terjadi. Tentunya mitos-mitos tersebut bertentangan dengan mitigasi bencana baik secara struktural dan non struktural yang berupaya mengurangi dampak yang diakibatkan bencana. Penting menjadi catatan adalah agar mitos-mitos tersebut tidak benar-benar terjadi perlu adanya kesiapsiagaan terhadap kondisi bencana.
Daftar Pustaka
Mazayasyah, F. R. (2006). Musibah 27 Mei kabar duka dari Yogya. Yogyakarta : Gelombang Pasang.
Yuwanto, L., Adi, C. M. P., Pamudji, S. S., Santoso, M. (2014). Issue kontemporer psikologi bencana. Sidoarjo : Dwiputra Pustaka Jaya.