Endang Farid, Peneliti Tepung fadjar March 3, 2014

Endang Farid, Peneliti Tepung

Seminggu Sekali Bereksperimen

Cita-cita menjadi dosen terwujud, Ir Endang Srihari Mochni MSc, 52, dan Farid Sri Lingganingrum SPt MSi, 39, tak menyia-nyiakan keadaan. Mereka getol melakukan kegiatan di bidang yang jarang dilirik orang lain. Yakni, riset tentang makanan berbahan dasar umbi talas sejak 2012.

Tak sekadar mengubah umbi talas menjadi tepung, para dosen jurusan Teknik Kimia Universitas Surabaya (Ubaya) itu terus berkreasi. Tepung tersebut dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan makanan. Misalnya cookies diet, keripik, brownies, sampai cream soup.

Uji coba itu mereka lakukan hampir seminggu sekali. Setelah melakukan pekerjaan utama sebagai dosen, mereka bereksperimen di salah satu laboratorium Fakultas Teknik Kimia Ubaya. Dalam sekali proses itu, mereka menghabiskan waktu sekitar delapan jam.

Langkah pertama adalah pengupasan dan pembersihan talas yang kemudian dipotong dalam bentuk cip. Setelah itu, dilakukan pengeringan pada suhu dan waktu yang secukupnya dalam oven. Talas yang sudah kering tersebut dihaluskan atau diblender, kemudian disaring. Lalu, tepung yang sudah halus dimasukkan ke wadah dan disimpan rapi serta dihindarkan dari kontak langsung dengan udara. Dari setiap olahan 10 kg talas, sebanyak 60 persen akan menjadi tepung. Hal itu, jelas Endang, berkaitan dengan kandungan air yang tinggi pada umbi talas.

Tak berhenti pada pembuatan tepung. Keduanya terus mengembangkan fungsi tepung talas tersebut. Salah satunya, tepung talas digunakan untuk makanan spesial anak berkebutuhan khusus (ABK). Misalnya anak dengan gangguan perkembangan interaksi sosial, komunikasi, dan pola tingkah laku.

Sebab, menurut Endang, ABK mempunyai beberapa masalah di saluran pencernaan. Kian bermasalah jika dipicu dengan banyaknya konsumsi makanan yang mengandung gluten, protein yang terdapat dalam tepung terigu. ‘Saya pernah mengamati ABK yang sedang kumat. Penyebabnya, dia banyak mengonsumsi biskuit yang mengandung tepung terigu,’ jelas ibu dua anak kelahiran Surabaya, 11 Agustus 1961, tersebut.

Karena tepung talas tak mengandung gluten, Farid dan Endang gigih mengembangkannya. Uji coba terus mereka lakukan. Dimulai dari kerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, uji pangan ke BPOM, sampai gerakan ke sekolah-sekolah ABK.

Memang, tambah Farid, dalam melakukan suatu riset, pastilah dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang kuat. Dibutuhkan waktu yang tak sedikit untuk mengetahui hasil riset. Selama proses, tentu saja mereka harus menghadapi berbagai tantangan. (bri/c11/nda)

Sumber: Jawa Pos, 3 Maret 2014