Listyo Yuwanto
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya
Seminggu yang lalu, saat ujian tengah semester (UTS) berlangsung, penulis mendapatkan beberapa bentuk perilaku curang saat mahasiswa menempuh ujian. Berbagai trik dan upaya dilakukan beberapa mahasiswa untuk mendapatkan nilai baik selama ujian. Namun trik dan upaya tersebut sifatnya negatif. Meskipun diingatkan dan dijaga petugas tata usaha, asisten, ataupun dosen tetap saja perilaku curang dilakukan mahasiswa selama UTS. Bayangan kapan UTS tanpa dijaga bisa terwujud masih sangat jauh dari kenyataan untuk dapat diwujudkan.
Perilaku mencontek tidak sewajarnya dilakukan mahasiswa, namun sampai sekarang masih sering dan banyak yang melakukan. Cara termudah meskipun berisiko untuk mendapatkan nilai baik. Mengapa hal ini masih terjadi meskipun telah diinformasikan bahwa sanksi akan diberikan kepada mahasiswa yang melakukan kecurangan? Ataukah memang karakter yang lebih menentukan sehingga meskipun jelas sanksinya perilaku mencontek tetap dilakukan. Yang jelas, perilaku seperti ini bukan perilaku yang baik untuk dicontoh. Perilaku tidak jujur, menganggap penjaga yang pastinya dikenalnya dari petugas tata usaha, asisten, dan dosennya dianggap tidak ada atau tidak dipedulikan selama ujian.
Namun, hari ini penulis mendapatkan pengalaman yang luar biasa, ketika seorang mahasiswa secara jujur menunjukkan adanya kesalahan dalam penilaian hasil ujiannya. Di salah satu mata kuliah yang diasuh penulis, termasuk mata kuliah yang dianggap sulit mahasiswa. Nilai ujian tengah semester ini, nilai tertinggi mahasiswa yang diraih mahasiswa adalah 78. Saat diumumkan bahwa mahasiswa tersebut mendapatkan nilai tertinggi, wajahnya menunjukkan ekspresi senang namun sewajarnya. Bagi penulis ekspresi ini tidak mengherankan karena beberapa kali di mata kuliah yang lain yang penulis asuh, mahasiswa tersebut beberapa kali mendapatkan nilai terbaik di antara mahasiswa lainnya.
Sesuai dengan kontrak perkuliahan di awal semester, bahwa hasil ujian tengah semester akan dibahas di kelas. Selesai pembahasan ujian tengah semester, diumumkan apakah terdapat hasil ujian mahasiswa yang mengalami kesalahan, baik yang salah dibenarkan ataupun benar disalahkan silahkan maju untuk perbaikan nilai. Berdasarkan pengalaman penulis, umumnya mahasiswa yang akan mengurus perbaikan nilai adalah mahasiswa yang hasil ujiannya benar namun disalahkan, belum ada mahasiswa yang mengalami kesalahan penilaian karena ujiannya salah dibenarkan kemudian mengurus perbaikan penilaian. Namun kali ini akhirnya penulis mendapatkan seorang mahasiswa yang mengurus perbaikan nilai, dari yang nilainya tertinggi mengalami pengurangan nilai karena kesalahan penilaian dari penulis. Mahasiswa tersebut adalah mahasiswa yang mendapatkan nilai tertinggi di ujian tengah semester tadi. Mahasiswa tersebut menyatakan bahwa nilainya seharusnya yang benar adalah 68 bukan 78, sehingga terdapat kesalahan penilaian. Penulis sempat tertegun dengan kejujuran mahasiswa tersebut, lantas bertanya “mengapa melakukan perbaikan nilai? Bukannya nilainya paling baik, tidak mudah mendapatkan nilai 78 untuk mata kuliah ini, kalau kamu diam saja, kamu aman mendapatkan nilai tertinggi sehingga UAS tidak terlalu berat?.
Jawaban mahasiswa tersebut singkat namun bermakna dalam. “Buat apa Pak saya mendapatkan nilai tertinggi namun saya tidak lega, saya tidak bahagia karena saya tahu seharusnya saya tidak mendapatkan nilai tersebut”. Penulis hanya bisa mengatakan “Terimakasih atas kejujurannya, semoga perilaku kejujuran tersebut membawa keberhasilan yang lebih baik”. Perilaku jujur termasuk karakter positif integritas. Memahami, melakukan, dan menjaga prinsip, aturan, dan norma yang berlaku dapat mendasari perilaku positif yang lainnya.
Kejujuran membawa kebahagiaan, itulah prinsip yang dipegang mahasiswa tersebut, yang dapat kita contoh di tengah makin maraknya perilaku kecurangan yang dilakukan mahasiswa. Nah, bagaimana refleksi mahasiswa yang telah banyak melakukan kecurangan terutama saat ujian dengan contoh kasus tersebut? Semoga tulisan ini bermanfaat.