Mahasiswa Tugas Akhir Program Studi Desain dan Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (FIK Ubaya), Jeanne Theresia Mintarja menciptakan produk dekorasi dengan mendaur ulang kantong teh celup. Diberi merek “Dipt”, produk-produk yang diciptakan Jeanne, meliputi jam dan lampu meja, catur, serta tray atau nampan yang tidak hanya estetik, namun memiliki nilai sustainability (keberlanjutan).
Nama “Dipt” untuk inovasi ini diambil dari arti telah tercelupkan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh konsumsi teh yang sangat tinggi di Indonesia. Jeanne, sapaan akrabnya, memiliki ide untuk mendaur ulang kantong teh sebagai wujud kontribusi terhadap lingkungan. Dalam pengolahannya, ia menggunakan berbagai bahan ramah lingkungan lainnya, seperti bahan perekat dari ekstrak biji guar gum serta biovarnish untuk menghasilkan produk yang mengkilap dan tahan lama. Untuk meningkatkan kekuatan produk, Jeanne memanfaatkan potongan kayu sisa produksi mebel dari pengrajin sekitar.
Lulusan SMA Hendrikus itu menuturkan minimnya penelitian terdahulu dan referensi produk serupa menjadi tantangan tersendiri dalam pengerjaan proyek ini. Oleh sebab itu, ia membutuhkan waktu selama satu tahun dari eksplorasi hingga menghasilkan produk yang sudah jadi.
“Menyelaraskan ketertarikan saya terhadap material yang digunakan dengan esensi home decor yang menjadi tema saya juga cukup sulit. Selain estetik, produknya juga harus berfungsi dan memiliki ketahanan yang baik. Saya juga berkali-kali gagal dalam menyatukan kayu dengan kantong teh yang telah dicetak,” jelas Jeanne.
Pembuatan inovasi ini didampingi oleh Dosen Pembimbing FIK Ubaya, Dr. Guguh Sujatmiko dan Hairunnas, M.MT. Proses pembuatan dimulai dari penyeleksian kantung teh untuk mendapatkan warna tertentu. Semakin gelap warna produk yang diinginkan, maka semakin besar rasio kantung teh terseduh yang digunakan. Selanjutnya, kantong teh melalui tahap pulping atau penghancuran menjadi bubur dan dicampur dengan guar gum agar bahan dapat melekat dengan baik. Campuran tersebut kemudian dituang ke dalam cetakan dan dikeringkan selama 2 hingga 3 hari. Setelah benar-benar kering, produk diamplas dan dipernis untuk menghasilkan permukaan yang halus dan mengilap. Terakhir, dilakukan penataan komponen tambahan seperti lampu, baterai, dan mesin jam agar dapat berfungsi dengan baik.
Jeanne menambahkan, tidak menutup kemungkinan Dipt dapat diproduksi secara masif dan dikomersialisasi. Namun, mengingat pengerjaan yang masih mandiri dan bergantung terhadap cahaya matahari dalam proses pengeringan, ia memilih untuk fokus mengembangkan dan meningkatkan kualitas produk-produk Dipt hingga benar-benar siap untuk dipasarkan secara luas.
“Masih banyak jenis dan bentuk produk yang dapat dieksplor. Karena pengerjaannya juga masih sepenuhnya manual, kerapian dan kepadatan bahannya akan lebih baik apabila dibantu dengan otomasi dan teknologi,” ucapnya.
Sebagai informasi, produk-produk Dipt akan dipamerkan dan mulai dijual dalam skala kecil pada pagelaran Grade X, pameran tugas akhir tahunan yang dilaksanakan mahasiswa Prodi Desain dan Manajemen Produk FIK Ubaya bulan Januari mendatang. (tsy)